SEMARANG - Pengguna genset akan dikenai pajak penerangan jalan yang dihasilkan sendiri/non PLN per Maret 2018. Peraturan ini didasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Meskipun demikian, hanya pengguna genset bertenaga besar atau berdaya 200 KVA yang diwajibkan membayar pajak.
Kepala Bidang Pajak Daerah II Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Agus Wuryanto, menjelaskan, pembayaran pajak ini diwajibkan berdasarkan pada penggunanya. Dalam artian, ketika genset digunakan saat aliran listrik PLN padam, maka pengguna harus membayar pajak. Sebaliknya, ketika PLN tidak ada pemadaman, mereka tidak akan dikenai pajak.
"Kami sudah berkoordinasi dengan PLN sehingga tahu daerah mana saja yang terkena pemadaman. Selain itu juga dengan provinsi, karena izin memakai genset bertenaga 200 KVA ke atas adalah dari provinsi," jelasnya sembari mengatakan bahwa di Jawa Tengah, Semarang termasuk kota dengan wajib pajak besar, yakni sekitar 200 wajib pajak.
Iswahyudi, pengguna genset merasa keberatan. Ia menilai peraturan ini kurang adil karena genset digunakan ketika aliran dari PLN putus. Yudi menegaskan, ia tidak akan menggunakan genset ketika listrik PLN hidup karena biayanya mahal. Menurutnya, ketika listrik dari PLN mati, maka pelanggan mendapat ganti rugi: "Ini listrik padam malah kita disuruh bayar. Ini logikanya bagaimana coba," keluhnya.
“Kami sebagai pengguna listrik selalu membayar setiap bulan. Ketika listrik mati, mau tidak mau kami pakai genset. Genset milik kami sendiri, pakai bahan bakar sendiri, kenapa dikenai pajak?,” lanjutnya.
Pengenaan bakal pajak genset di Semarang ini juga dinilai tidak masuk akal dan menimbulkan kontroversi, mari kita lihat bagaimana kelanjutannya.
Komentar