Ini dia ! Lokomotif Diesel Pertama di Indonesia - Lokomotif CC200 dengan nomor model Alco-GE UM 106T adalah lokomotif diesel elektrik berkabin ganda pertama di Indonesia,buatan pabrik General Electric tahun 1953. Lokomotif diesel elektrik dengan berat 96 ton ini dipesan oleh Indonesia sebanyak 27 buah. Lokomotif CC 200 yang tersisa sekarang berada di Museum Kereta Api Ambarawa yaitu CC 200 15 yang masih dirawat dengan baik untuk dilestarikan. Dua "saudara" terakhirnya, CC 200 08 dan CC 200 09 sudah dikirim ke Balai Yasa Yogyakarta setelah dinyatakan pensiun.
Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 1.750 hp dengan susunan gandar lokomotif ini adalah Co'2'Co' artinya, lokomotif ini memiliki dua bogie penggerak masing-masing dengan 3 gandar penggerak dengan 6 motor traksi dan satu bogie idle yang terdiri dari dua pasang roda.
Perlu diketahui bahwa meskipun lokomotif CC200 merupakan lokomotif diesel pertama di Indonesia sebagaimana banyak dijelaskan, ternyata ada sebuah lori diesel milik Pabrik Gula Gondang Winangoen yang akhirnya ditetapkan sebagai lori diesel tertua di Indonesia. Lori ini bernama "Ajax", buatan Jerman tahun 1927 dan mulai beroperasi pada tahun 1929.
Setelah Perang Kemerdekaan usai tahun 1949, kondisi perkeretaapian Indonesia rusak. Untuk memperbarui sarana KA yang sudah tua dan rusak akibat perang, maka DKA memesan sarana KA yang baru, berikut berbagai jenis lokomotif diesel, lokomotif uap, kereta penumpang dan gerbong barang.
CC 200 adalah salah satu contoh. Rencana pengoperasian lokomotif diesel sudah ada sejak zaman Staatsspoorwegen, diwacanakan dan disebut-sebut dalam laporan tahunan Staatsspoorwegen tahun 1930. Namun wacana ini gagal karena Belanda saat itu sedang dilanda Perang Dunia II.
Setelah perang usai, disusunlah rencana modernisasi perkeretaapian Indonesia yang mencakup pembelian 100 unit lokomotif uap D 52 dan 27 unit lokomotif diesel CC 200.
Pada 1953, lokomotif diesel CC 200 tiba di Indonesia. Karena tekanan gandar jalan rel di Indonesia saat itu maksimal 12 ton maka CC 200 yang memiliki berat 96 ton terlalu berat apabila hanya memiliki susunan Co'Co' atau 2 gandar penggerak 3 roda. Maka ditambahkanlah gandar tambahan sehingga susunannya menjadi Co'2'Co' atau 2 gandar penggerak 3 roda dan satu gandar tak berpenggerak dengan dua roda. Susunan ini unik karena hanya di Indonesia lokomotif ini dimodifikasi gandarnya untuk mengakali tekanan gandar yang besar. Lokomotif ini pun langsung menggunakan livery khas DKA, PNKA, dan PJKA, yaitu kuning-hijau dengan logo roda terbang yang sudah berlaku sejak 1953 hingga 1988.
Kehadiran CC 200 yang menandai modernisasi perkeretaapian Indonesia mendapat perhatian dari dalam atau luar negeri dan dibahas rinci oleh majalah-majalah profesional, misalnya dibahas dalam majalah kereta api Inggris "Diesel Railway Traction" dan majalah persatuan insinyur Indonesia yang kala itu masih berbahasa Belanda "De Ingenieurs in Indonesie".
Sepanjang kariernya dari tahun 1950-an sampai 80-an, CC 200 menarik semua kereta, baik itu penumpang maupun barang. Kariernya pun makin lama makin tergeser oleh lokomotif yang lebih baru, seperti CC 201 yang lebih ringan dan bertenaga. Seiring waktu, sebagian lokomotif ini juga mulai diafkirkan karena usia dan faktor suku cadang. Mulai tahun 90-an, CC 200 dicat menjadi merah-biru dengan garis putih seiring bergantinya nama dan bentuk perusahaan, dari PJKA menjadi Perumka. CC 200 pun diturunkan pangkatnya menjadi penarik KA jarak dekat/KA lokal mengingat usianya yang makin tua dan hanya tersisa sedikit, dan banyak di antara mereka yang sudah mulai mangkrak. CC 200 akhirnya berhenti beroperasi sekitar tahun 2000-an awal, ketika tiga lokomotif CC200 yang tersisa dan merupakan milik Dipo Cirebon, yaitu CC200 08, CC200 09, dan CC200 15 tumbang.
Pada tahun 2000-an, lokomotif CC 200 yang tersisa hanyalah 3 unit, dan dalam kondisi buruk. Ketiga lokomotif tersebut adalah milik Dipo Cirebon, yakni CC 200 08, CC 200 09, dan CC 200 15. Lokomotif yang bisa dioperasikan hanyalah CC 200 08 dan CC 200 15. Pada akhirnya, salah satu kelompok kerja railfans Indonesia, Friends of CC200 yang berada di bawah Indonesian Railway Modeller Club bekerja sama dengan PT Kereta Api (Persero) memutuskan bahwa CC 200 15 yang akan dipreservasi, karena kondisinya yang lebih baik dibanding kedua lokomotif lainnya. CC 200 15 dipreservasi dengan "menganibal" komponen dari CC 200 08 dan CC 200 09. Preservasi dilakukan oleh Friends of CC200, dengan bantuan dari PT Kereta Api.
Pada tahun 2003, Friends of CC200 yang kelak dipegang oleh Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) bersama PT KA menggelar open house di Stasiun Cirebon, tempat ketiga lokomotif CC 200 dipamerkan. Pada masa itu, CC 200 15 yang telah dicat kuning-hijau (sudah dikembalikan ke livery semula) sudah dalam kondisi baik, sedangkan CC 200 08 dan 09 yang berwarna merah-biru telah dengan kondisi rusak dan tidak bisa digunakan, mengingat komponennya telah dikanibal untuk CC 200 15. CC200 08 dan 09 masih disimpan di Dipo Cirebon pada akhirnya.
Akhirnya, pada tahun 2007, CC 200 08 dan CC 200 09 dikirim ke Balai Yasa Yogyakarta, kemudian disimpan atau "dimakamkan" dengan status benda cagar budaya. Sementara CC 200 15 tetap di Dipo Lokomotif Cirebon dan dioperasikan sebagai penarik KA wisata. Hingga 2015, hanya tersisa CC 200 15 di Cirebon, lokomotif lainnya entah ke mana, diafkirkan, atau "dimakamkan" di Balai Yasa Yogyakarta.
Karena kesulitan suku cadang, CC 200 15 tidak bisa beroperasi, lokomotif tersebut disimpan di Dipo Cirebon, dan saat akan dipamerkan pada suatu event, maka lokomotif ini perlu ditarik oleh lokomotif lain. Karena kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi untuk dioperasikan, lokomotif ini akhirnya dipindah ke Museum Kereta Api Ambarawa. Karena ini merupakan lokomotif diesel, maka lokomotif ini akan dialokasikan di Stasiun Tuntang, yang akan dijadikan tempat berbasisnya lokomotif diesel, karena museum kereta api Ambarawa adalah tempat untuk lokomotif uap saja.
Komentar