Kira-kira satu dari tujuh orang di dunia menggunakan aplikasi WhatsApp, ucapkan terima kasih atas layanan mereka untuk mengirim dan menerima pesan kepada sahabat dan keluargamu secara gratis.
Namun mungkin yang lebih mengesankan daripada popularitas WhatsApp adalah keberhasilan CEO dan pendiri WhatsApp, Jan Koum.
Koum lahir di Kiev, Ukraina, dan saat berusia 16 tahun, dia dan ibunya berimigrasi, meninggalkan ayahnya, dengan harapan bisa menemukan kehidupan yang lebih baik. Mereka pindah ke Mountain View, California, di mana subsidi pemerintah membantu mereka mendapatkan kupon makanan dan apartemen dengan harga yang murah. Untuk membantu memenuhi kebutuhan, Koum bekerja sebagai petugas kebersihan, sedangkan ibunya bekerja sebagai pengasuh bayi. Koum mengaku tak bisa sering-sering menghubungi sang ayah karena mahalnya biaya telepon.
Setelah pindah ke Amerika dan mulai bersekolah di sana, Koum adalah satu-satunya di kelas yang tidak memiliki mobil. Koum terpaksa harus bangun lebih awal untuk mengejar bus. Kopernya bahkan bekas koper yang dibawa dari Ukraina dengan alat tulis dan buku tulis cetakan Uni Soviet untuk menghemat uang sekolah.
Baru sebelum berusia 19 tahun ia memiliki komputer pertamanya dan mempelajari koding setelah mendapatkan komputer tersebut. Koum kemudian bergabung menjadi bagian dari jaringan hacker terkenal bernama w00w00, di mana pengusaha teknologi terkenal lainnya Sean Parker dan Shawn Fanning juga merupakan bagian dari jaringan hacker tersebut.
Koum pergi ke Universitas San Jose untuk belajar ilmu matematika dan komputer, tetapi akhirnya dia drop out lalu kemudian bekerja sebagai pembungkus barang belanjaan di supermarket dan sebagai penguji keamanan perusahaan Ernst & Young. Koum bertemu dengan Acton saat bekerja disana.
Enam bulan kemudian Koum dan Acton mendaftar ke Yahoo! dan mendapat pekerjaan sebagai insinyur perangkat lunak serta sistem periklanan. Selama masa mereka di Yahoo, pertemanan mereka tumbuh.
Pada tahun 2007 Koum dan Acton meninggalkan Yahoo karena kecewa dan tak sejalan dikarenakan keputusan Yahoo! memasang banyak iklan yang mulai mengganggu pelanggan. Tapi mereka tidak yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Mereka kemudian menghabiskan waktu setahun di Amerika Selatan untuk menyegarkan pikiran mereka. Tapi tidak ada ide yang benar-benar muncul dalam pikiran, sampai Januari 2009 Koum membeli iPhone. Dia mulai berpikir untuk membuat sebuah aplikasi.
Koum mendapatkan idenya, sebuah tampilkan update status di sebelah nomor telepon orang di kontak. Status akan menunjukkan kalau orang itu sedang tersedia, sibuk, baterai rendah, dan lain-lain.
Nama yang muncul dalam pikiran Koum adalah WhatsApp karena terdengar mirip dengan kalimat what"s up yang biasa dipakai untuk menanyakan kabar.
Namun ternyata aplikasinya tersebut belum berhasil, dia kemudian mengatakan mungkin sudah waktunya untuk mendapatkan pekerjaan tetap. Acton membujuknya dan mengatakan agar tetap berjuang dengan aplikasinya tersebut.
Kemudian Koum merilis versi kedua dari aplikasi tersebut dengan merubahnya menjadi aplikasi pesan instan, dia dengan cepat melihat jumlah penggunanya naik.
Koum menawari Acton yang masih menganggur untuk menjadi co-founder. Kendati sempat mengalami kesulitan keuangan, WhatsApp terus tumbuh dan mulai menghasilkan pendapatan dari biaya langganan yang ditarik dari pengguna dan Acton yang mengajak sahabat-temannya dari Yahoo untuk menginvestasikan uangnya ke WhatsApp.
Kini, WhatsApp telah telah menjelma jadi layanan pesan instan terbesar yang kemudian dibeli Facebook dengan nilai sekitar Rp. 223 miliar. Dengan jumlah pengguna aktif per bulan mencapai 450 juta. Setiap hari, sebanyak 18 miliar pesan dikirim melalui jaringannya. Semua itu ditangani dengan jumlah karyawan hanya 50 orang. Kekayaan Koum yang memiliki 45 persen saham WhatsApp diperkirakan melonjak jadi 6,8 miliar dollar AS.
Sehubungan dengan kemungkinan penyadapan oleh NSA, Koum mengatakan bahwa privasi pengguna WhatsApp sangat dijaga. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan semacam Facebook dan Yahoo.
Koum juga mengatakan bahwa WhatsApp tak didorong oleh iklan karena dia anggap pengguna haruslah nyaman dengan aplikasinya. Sikap ini tecermin dari secarik kertas di ruang kantor Koum, berisikan semboyan singkat yang ditulis oleh Acton: "Tanpa Iklan! Tanpa Permainan! Tanpa Gimmick!."
Kendati demikian, dia tak melupakan masa lalu. Koum menandatangani perjanjian bernilai miliaran rupiah dengan Facebook itu di depan bekas kantor Dinas Sosial North County, Mountain View, tempat dia dulu mengantre kupon makanan bersama-sama warga kurang mampu lainnya.
Sumber: Medium CNBC Adioma Kompas
Komentar