Pernahkah kalian merasa takut terhadap sesuatu? Pasti dong. Kita memiliki sifat bawaan sejak lahir, yaitu rasa takut. Tetapi sebenarnya apa yang kita takuti adalah sebuah hasil dari pengalaman yang kita alami (traumatis).

Hal ini diteliti oleh John Broadus Watson(1879-1958), yang juga merupakan penemu Teori Behaviorisme. Penasaran seperti apa eksperimen yang dikenal dengan Little Albert Experiment ini?

Ide eksperimen John B. Watson muncul berdasarkan eskperimen yang dilakukan oleh Ivan Petrovic Pavlov, salah satu psikolog paling terkemuka dalam sejarah (penemu classical conditioning). Dalam teori Pavlov, mengemukakan bahwa belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response).

Berdasarkan penelitian Pavlov inilah, Watson mencari jawaban atas pertanyaan "apakah ketakutan merupakan sebuah reaksi yang muncul perlahan ataukah hanya sebuah naluri?"

John Watson dan asistennya mulai mengamati anak-anak di tempat penitipan anak di Rumah sakit John Hopkins. Dengan beberapa syarat dan kondisi yang diamati, Watson memilih subjek penelitiannya yang dinamakan the Little Albert.


Eksperimen dilakukan, Little Albert dikenalkan terhadap beberapa benda dan objek seperti tikus, kelinci, mainan berbulu, kertas yang terbakar, dan topeng yang tentunya baru pertama kali dilihat oleh Little Albert. Tujuannya tahap ini adalah untuk melihat bagaimana refleks dari Little Albert (unconditioned responses) terhadap benda-benda tersebut. Hasilnya, Little Albert hanya tersenyum pada semua benda yang dilihatnya itu.

Kelanjutan eksperimen, Little Albert dibawa ke sebuang ruangan kosong. Hanya terdapat sebuah matras di ruangan itu. Little Albert dibiarkan sendirian, kemudian dibawa masuk sebuah tikus putih ke dalam ruangan itu. Little Albert yang masih polos tidak menunjukkan ketakutan terhadap tikus putih ini, justru malah tertawa dan bermain dengan objek.

Tahap selanjutnya, tikus yang sama dimasukkan kembali ke dalam ruangan, namun dengan kondisi yang berbeda. Little Albert dipaparkan dengan suara pukulan palu pada sebuah meja besi.

Merasa asing dengan suara yang diberikan, Little Albert menjadi takut dan mulai menangis. Setelah beberapa saat, suasana kembali normal (tidak ada paparan suara palu), Little Albert melanjutkan bermain dengan tikus. Setiap mulai menyentuh tikus, kembali suara palu dibunyikan. Keadaan ini dilakukan terus-menerus, hingga akhirnya Little Albert merasa takut untuk menyentuh tikus itu.

Tahap tersebut diulang-ulang selama beberapa hari, hasilnya Little Albert merasa takut dan tertekan setiap kali melihat benda berbulu, terutama berwarna putih.

Merasa tidak cukup puas dengan hasil eksperimen, Watson dan asistennya mencoba masuk ke dalam ruangan dengan menggunakan topeng dan kostum berbulu untuk melihat respon Little Albert.

Ternyata, Little Albert tetap merasakan ketakutan sama seperti saat melihat benda berbulu dan berwarna putih. Ketakutan Little Albert sudah tertanam di memorinya.

Meskipun eksperimen Watson ini dianggap berhasil untuk membuktikan classic conditioning, semua orang setuju bahwa ini adalah eksperimen jahat, tidak etis dan paling tidak manusiawi dalam sejarah. Satu hal yang pasti, meskipun classic conditioning terbukti, namun percobaan ini membuat trauma pada Little Albert, ia merasa tidak nyaman ketika ditinggal sendirian.

Lebih parahnya, para psikolog tidak pernah mencoba terapi untuk pemulihan little Albert dan justru meninggalkan rumah sakit tempat Little Albert dititipkan. Percobaan ini memicu banyak reaksi negatif di kalangan masyarakat umum dan juga para psikolog. But what is done is done.

Nasib tragis menimpa Little Albert, yang nama sebenarnya adalah Douglas Merritte yang berubah menjadi seorang anak dengan gangguan kepribadian dan fobia terhadap objek yang berbulu berwarna putih.

Little Albert meninggal karena hidrocephalia sebelum usianya ke 7 tahun.

Sumber